VIRALKALTIM– Mungkin masih banyak masyarakat Kutim yang belum mengetahui di mana titik nol Sangatta. Apalagi mereka yang baru saja menginjak kota tercinta ini.
Sangatta yang dikenal dengan kota Singa tersebut tak jadi begitu saja. Namun memiliki sejarah yang panjang. Hingga akhirnya seperti yang dirasakan saat ini.
Awalnya, Sangatta bernama sengata. Sengata merupakan nama Kepala Adat pada masa itu. Berjalannya waktu, lalu berubah menjadi Sangata dan saat ini menjadi Sangatta. Sangatta Utara belum ada. Pun Sangatta Selatan.
Kala itu, semua aktivitas masyarakat berpusat di Kawasan Sangatta Selatan saat ini. Hanya beberapa titik. Diantaranya kawasan Lapangan Garuda, Poros Jl. Mulawarman, Jalan Pertanian, dan Kampung Kajang. Sangatta Utara masih hutan. Ada perumahan namun sangat jarang.
Adapun transportasi masyarakat kebanyakan menggunakan kapal. Kapal klotok. Untuk sisi darat, sebagian masih menggunakan jalan setapak. Menyusur bibir sungai Sangatta.
“Dulu masih Kepala Kampung. Namanya
Abdul Rifai Gani. Kemudian Abdul Hamid K,” ujar Pemuda Kutim, Misran Abbas.
Kebelakang, sekira tahun 70 an, masuk Perusahaan Pertamina. Saat itu mulai ramai. Banyak pekerja. Tak hanya lokal, namun pendatang.
Nah disinilah bermula titik nol. Sekira tahun 71 dibangunlah dermaga ulin. Dekat simpang 3 pasar Sangatta Selatan saat ini. Dulu bernama Syahbandar. Di sinilah titik nol. Asal mula kota Sangatta.
“Di sini ada perumahan karyawan pertamina, mes pengamanan pertamina (pamper), dan surat pos,” kata Misran.
Di titik nol ini, menjadi pusat perdagangan. Tempat turun barang dagangan. Semua kapal sandar di sini. Kapal besi, pinisi, pun ponton. Ada kapal Merpati 1 dan dua, Kansas dan lainnya.
“Dulu Sungai Sangatta sangat lebar. Dalam. Semua bisa masuk. Pun kapal besar. Airnya sangat jernih. Saya minum air sungai dulu. Jernih sekali,” kata dia.
Disinggung aktivitas keramaian, Misran menjabarkan ada beberapa titik. Itu tahun 80-an. Saat itu ada bioskop. Namanya Patra Buana. Letaknya pas di Kantor Desa Sangatta Selatan saat ini. Ada pula perusahaan kayu Silvaduta. SDC. Termasuk lokalisasi dan pasar.
Untuk sarana pendidikan pertama ialah di depan Puskesmas saat ini. Itu untuk SD. Sedangkan SMP dan SMA di Singa Gewe. Dulu dikelola swasta. Yayasan. Saat ini berubah menjadi SMK perawat.
“Dulu lapangan bola letaknya di Masjid At-taubah saat ini. Nah pada tahun 81 barulah di bangun Masjid At-taubah. Pada tahun 82, kemudian lapangan bola di pindah ke lapangan Garuda. Yang saat ini kembali akan diubah menjadi masjid,” katanya.
Dirinya mengerti sedikit sejarah Sangatta lantaran ia tinggal di Sangatta Selatan. Di Jalan Pertanian. Ia dulu satu kampung dengan Wakil Bupati Kasmidi Bulang.
“Pak Kasmidi itu tinggalnya dekat masjid At-taubah. Saya satu SD sama beliau. Satu tempat duduk juga,” kenang Misran. (dy)