VIRALKALTIM– Kutim memiliki 18 kecamatan. Salah satunya Rantau Pulung. Secara geografis Kecamatan Rantau Pulung terletak pada kedudukan 117°10’00”BT – 171°50’00”BT dan 02°31’00” LS – 0°01’00”LU, atau pada titik koordinat N 00 ̊37’21.3” E 117 ̊17’16.9”. Total jumlah penduduk sekira 6,982 jiwa (2.010) jiwa dan perkiraan luas wilayah 16.915,04 Ha.
Dengan batas wilayah Sebelah Utara, berbatasan dengan Kecamatan Bengalon, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sangatta Utara, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sangatta Utara, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batu Ampar.
Rantau Pulung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Kecamatan ini dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan Sangatta Selatan, Kecamatan Teluk Pandan, Kecamatan Rantau Pulung, Kecamatan Kaubun, Kecamatan Karangan, Kecamatan Batu Ampar dan Long Mesangat dalam wilayah Kabupaten Kutai Timur.
Kecamatan Rantau Pulung merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Sangatta berdiri pada tanggal 31 Oktober tahun 2005 dengan ibu kotanya terletak di desa Kebon Agung.
Kecamatan Rantau Pulung terdiri dari 9 ( Sembilan ) Desa yaitu, desa ialah Pulung Sari 1,827.15, Margomulyo 1,807, Mukti Jaya 1,750, Rantau Makmur 2,568, Manunggal Jaya 1,700, Tanjung Labu 3,750, Kebon Agung 1,200, Tepian Makmur 1,521.89, dan Masalap Raya 791.
Dengan jarak orbitrasi ke Sangatta Ibu kota Kabupaten Kutai Timur sejauh 45 Kilometer dan jarak ke Samarinda Ibu kota Provinsi Kalimantan Timur sejauh 225 Kilometer melalui jalan Negara.
Lantas dari mana asal usul nama Rantau Pulung. Didi Herdiansyah memaparkan hal itu. Camat pertama Rantau Pulung ini mengatakan pada tahun 70-80 masuklah transmigrasi ke Rantau Pulung.
Diantara para tokoh di sana berkumpul. Menentukan nama lokasi mereka. Saat itu masih UPT. Unit Pemukiman Transmigrasi. Ada
8 UPT. Masih Kecamatan Sangatta.
“Sekira tahun 80 an, mereka berkesempatan dari 8 UPT mendeklarasikan nama Desa Rantau Pulung. Kemudian Kecamatan Rantau Pulung” kata Kasatpol PP itu.
Pada perundingan tersebut, timbul beberapa nama. Namun yang disetujui ialah Rantau Pulung.
“Rantau ialah perantau. Mereka kan semua orang perantau dari Jawa. Orang transmigrasi. Sedangkan Pulung ialah kata harapan, penerima wangsit. Atau Wulung. Itu bahasa Jawa. Intinya orang perantau yang ingin perubahan Daerah harapan untuk pendatang,” kata mantan Camat Sangatta Utara itu.
Mengacu pada KBBI, Pulung adalah salah satu keunikannya yaitu kepercayaan masyarakat Jawa terhadap pulung. Ada kepercayaan, sebelum menjalankan titah, pemimpin desa memperoleh seberkas cahaya biru dari langit yang meluncur ke samping atau mengenai rumahnya.
Oleh masyarakat desa, cahaya ini disebut pulung. Kepercayaan tradisional menempatkan pulung sebagai “alarm” seseorang mengantongi anugerah sekaligus amanat. Kemenangan dalam Pilkades di antaranya dapat dilihat dari tanda-tanda siapa yang direstui pulung.
Itulah mengapa, Darmaningtiyas (2002: 433) dalam penelitiannya di desa-desa Kulonprogo mengungkap bahwa kepala desa merupakan “jabatan pulung”. Pulung seolah menyimpan kekuatan gaib yang mengantarkan seseorang menduduki kursi kekuasaan. Dalam perspektif agama, ia ibarat wahyu yang dengannya seseorang menjalankan misi kenabian.
Mantan Plt Kadispora itu mengungkapkan saat itu pemimpin awak Kepala UPT Desa Rantau Pulung ialah Simorangkir. Kemudian pada Tahun 2005, terbentuk Kecamatan Rantau Pulung.
“Saya menjabat sebagai camat pertama hingga 2010. Saat itu saya memiliki tagline Rantau Pulung Bangkit, Bangun Kita Bersama. Kemudian setelah saya dilanjut pak Poniso dan saat ini Pak Mulyono,” katanya.
Salah satu tokoh dan pemuda Rantau Pulung memiliki sejarah lain. Namun nyaris sama. Ialah Yakub Fadilah. Katanya, awalnya Rantau Pulung masuk kawasan Tepian Langsat Kecamatan Bengalon.
“Seharusnya, Rantau Pulung masuk Kecamatan Bengalon. Namun saat itu ditolak masyarakat. Mereka tetap ikut Sangatta,” katanya.
Adapun kata Rantau memang berasal dari perantau. Sedangkan Pulung ialah hasil Mungut. Atau perantauan hasil mungut,” jadi itu yang saya tau,” katanya. (*)