VIRAL KALTIM, KUTIM- Hampir sepekan perusahaan sawit tak lagi menerima Tandan Buah Segar (TBS) di kawasan Taman Nasional Kutai (TNK). Yakni Sangatta Selatan dan Teluk Pandan.
Hal ini lantaran adanya larangan penggunaan tanah di atas TNK. Jika perusahaan memanfaatkan hasil panen petani di TNK, maka ada konsekuensi yang akan diterima. Atas dasar itulah, sejak sepekan lalu, hasil panen warga tak lagi ada yang membeli.
Akibatnya petani rugi. Petani merasa rugikan lantaran kebijakan ini baru saja diberlakukan. Apalagi di masa pandemi. Yang mana, petani sangat membutuhkan keuangan untuk bertahan hidup.

Andi Arafah, Korwil Petani Sawit Sangsel, Teluk Pandan, Bengalon, dan Ranpul menyayangkan hal ini. Pasalnya, kehidupan petani di Teluk Pandan dan Sangatta Selatan mayoritas bersumber dari kelapa sawit.
Dirinya memperkirakan, ada sekira 2500 hektar lahan sawit di dua kecanatan tersebut. Jika di rupiahkan, maka akan mengalami kerugian ratusan juta dalam setiap panen. Sebab, hasil panen tak lagi dapat dimanfaatkan. Artinya akan membusuk begitu saja.
“Petani lagi kesulitan. Apalagi covid. Cari nafkah petani di sawit. Mereka hidup lewat sawit. Normatif iya, tapi lihat sosiologisnya. Nilai kemanusiaannya,” ujar Andi.
Pj Desa Persiapan Pandan Jaya pun angkat bicara. Abu Sahmang mengatakan warga di dua kecamatan tersebut sudah hidup dan bercocok tanam jauh sebelum ditetapkannya TNK. Tahun 60an. Sedangkan TNK berdiri baru tahun 90an.
“Kalau ditegakkan, maka secara ekonomi petani terpukul. Ini akan berdampak negatif. Kami mayoritas petani sawit. Kita perlu arif dan bijaksana. Mana hukum dan mana kepentingan masyarakat. Saya berharap legislatif dan eksekutif perhatikan. Jangan sampai masyarakat lapar,” kata Sahmang.
Jika hal ini tak ada solusi, maka tak mustahil petani akan membuat gerakan kepada pemerintah. Sebab hal ini terkait hajat banyak orang. “Kita akan demo,” katanya.
Sekretaris Forum Petani Sawit pun angkat suara. Dirinya menyesalkan hal ini terjadi lantaran baru kali ini. Seharusnya jauh sebelumnya ada pemberitahuan pelarangan.
“Petani adalah pahlawan pangan. Apalagi ini pandemi. Kenapa terjadi ditengah pandemi. Saya harap ke depan, pemerintah bisa secepatnya merubah kawasan untuk masyarakat. Ini masalah hajat masayarakat,” katanya.
Ketua Forum Petani Sawit, Asbudi juga menyayangkan. Dirinya akan berjuang bersama petani sawit. “Forum petani sawit akan menyurat. Secara kelembagaan kita punya tanggungjawab moril. Kita akan bertemu dengan bupati, kapolres, dan DPRD. Mudahan bisa memahami aspek sosiologis,” kata Asbudi. (*)