VIRALKALTIM– Kadiskes Kutim, Bahrani Hasanal mengatakan awalnya tuberculosis minimal enam bulan minum obat terus-menerus. Namun sekarang kebanyakan tidak bisa lagi diobati dengan obat yang sama.
Maka dikenal pengobatan dengan nama multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB), menggunakan suntikan selama delapan bulan berturut-turut.
“Setiap hari disuntik di fasilitas kesehatan (faskes). Beda dulu, hanya minum obat saja. Tapi, ternyata ada lagi tingkatan dari MDR, yang sekarang masih diteliti. Karena saking lamanya tidak teratasi, akhirnya penyakit ini memutasi diri. Sehingga menjadi kebal,” paparnya.
Pihaknya pun berharap, dengan target eliminasi 2030 tersebut bisa menekan kasusnya. Contohnya AIDS, harus dieliminasi 90 persen dari Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), sedangkan 95 persennya harus terobati. Dengan terobatinya, maka virus di dalam tubuhnya tidak terdeteksi lagi.
“Artinya tidak menularkan, meskipun tidak bisa disembuhkan. Jadi, ada tiga hal yang menjadi target dari pengobatan 95 persen itu. Kalau TBC, temukan obati sampai sembuh (TOS). Nah, untuk AIDS namanya TOP (temukan obati dan pertahankan) atau berobat seumur hidup. Apalagi penularannya melalui cairan tubuh. Seperti melalui seks bebas, jarum suntik dan lainnya. Makanya perlu diedukasi untuk pencegahan,” ungkapnya.
Sejauh ini, kasusnya di Kutim banyak. Apalagi dengan luasan geografi kabupaten ini. Sehingga orang yang sakit di kawasan pedalaman dan tidak terjangkau, kerap menjadi masalah. Kalau disuruh mengambil obat ke rumah sakit (RS) atau puskesmas pun terkadang jaraknya ada yang jauh. Sehingga ada yang sempat menularkan kepada yang lain.
“Begitu pula malaria, sempat sangat menurun. Tapi, banyak kegiatan reboisasi dan buka kebun sawit. Akhirnya kasusnya nambah lagi. Makanya kami bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), agar setiap perusahaan yang ingin membuka kebun melapor lebih dulu.
Paling tidak dibekali kelambu dan minum obat sebelum masuk hutan. Apalagi kebanyakan kasusnya dari pendatang, sampai sini kemudian menularkan,” terangnya.
Adapun TBC, apabila penderitanya tidak cepat diobati. Maka dalam setahun bisa menularkan kepada 10 orang. Sehingga harus benar-benar dicari penderitanya. Hal tersebut yang sekarang menjadi kegiatan pihaknya, yakni bagaimana mencari kasus baru.
“Maka dengan geografi yang luas ini, perlu dikerahkan semua tenaga. Makanya OPD lainnya dilibatkan. Apalagi urusan kesehatan bukan hanya tanggung jawab
Dinas Kesehatan. Melainkan tanggung jawab bersama. Yang jelas, ini sudah sesuai dengan visi misi pemkab, indikatornya adalah peningkatan angka harapan hidup.
Jadi Diskes tugasnya bagaimana orang bisa berumur panjang dengan derajat kesehatan yang baik. Kan percuma umur panjang tapi banyak penyakit di tubuh,” pungkasnya. (adv/dy)