VIRAL KALTIM, BALI – Apa yang ada dibenak masyarakat mendengar nama Bali. Satu kata ialah keindahan. Ya, keindahan kota, wisata, dan tradisinya.
Namun dibalik itu, ternyata kampung Hindu tersebut memiliki sejuta keunikan yang sulit untuk diukirkan. Tak dapat digambarkan dengan pena, dilukiskan, maupun diceritakan oleh kata-kata. Semua hanya dapat dirasakan, dinikmati oleh mata dan hati.






Khalaiknya sebuah cinta. Cinta pertama dalam pandangan pertama. Cinta sejati yang tumbuh dari hati yang suci. Bukan dari mata dan nafsu birahi. Hal inilah yang dirasakan media ini saat menapakkan kaki di tanah dewa tersebut.
Namun yang lebih membuat tertarik, bukan keindahan Indra penglihatan. Akan tetapi pemanfaatan potensi yang dilakukan warga lokal setempat. Cerdas, kreatif, inovatif, dan kata yang serupa dengannya. Semua dapat disematkan kepada warga di kota seribu patung tersebut.
Seperti halnya pemanfaatan potensi wisata, budaya ataupun tradisi. Potensi tak disia-siakan. Semua dikelola dengan baik. Tak secuil pun tersisa. Setitik potensi akan berubah menjadi nilai ekonomi yang berjuta.
Seperti halnya memasuki Pulau Penyu Tanjung Benoa Bali. Saat menginjakkan kaki di Pantai Jimbaran, wisatawan harus mengorek dompet yang relatif banyak. Yakni sekira Rp 350-Rp 500 ribu. Ongkos ini untuk transportasi sewa perahu glass bottom boat.



Saat masuk pulau, wisatawan kembali membayar Rp 10 ribu. Di sana, para pencinta wisata hanya disajikan beberapa tontonan. Paling spesial ialah penyu berbagai nama. Terdapat pula ular, burung enggang, musang, dan iguana. Cukup sederhana. Akan tetapi menjadi virus dan menghipnotis wisatawan. Tak hanya lokal, akan tetapi mancanegara.
Begitupun dengan wisata di Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali yang berada di Jalan Raya Uluwatu, Desa Ungasan, Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Untuk masuk ke sana harus mengeluarkan uang antara Rp70- Rp125 ribu. Di lokasi ini memang terbilang mewah. Banyak lokasi yang cocok untuk mengabadikan gambar bagi penggila poto.
Salah satunya di Patung Garuda Wisnu Kencana. Patung GWK memiliki tinggi 121 meter. GWK dikabarkan akan menjadi patung tertinggi kedua di dunia, mengalahkan patung Liberty di Amerika Serikat. Patung GWK pertama kali digagas pada tahun 1989 oleh seniman Nyoman Nuarta.
Selain patung, di sana juga menyajikan tarian dan kisah- kisah khas Hindu serta pemandangan alam. Cukup menarik bukan.
Tetapi yang paling menyontak perhatian, ialah disaat memasuki wisata Pura Luhur Uluwatu Bali. Untuk memasuki kawasan yang dijaga oleh para monyet jumbo dan jinak tersebut, wisatawan harus mengeluarkan uang sebesar Rp 20-Rp 30 ribu per orang. Biaya parkir Rp 5 ribu. Di sini di sajikan pemandangan tembok besar dan panjang tepat dibibir jurang laut. Nyaris mirip dengan tembok Cina. Sangat indah.
Ombak terlihat jelas mengibaskan diri di tebing-tebing jurang. Seakan memanggil pengunjung dan meminta untuk diperhatikan. Paling indah disaat sore hari. Pasalnya, bumi memperlihatkan jati diri sebelum hilang tertutup malam. Warga di sana menyebutnya sunset.
Di dalam sana, terdapat pula tarian yang selalu ditunggu-tunggu. Namanya Tari Kecak. Dinakamkan Tari Kecak, karena para pemain mengeluarkan kata cak-cak. Tak ada jeda, dan terus berulang. Mungkin cukup melelahkan. Karena selama satu jam menampilkan. Sembari dihiasi dengan kisah Ramayana.
Yang menjadi perhatian lebih ialah tiket masuk ke lokasi Tari Kecak tersebut. Buka Rp 10 ribu ataupun Rp 90 ribu, melainkan Rp 100 ribu perorang. Luar biasa. Apakah ada yang menonton, banyak sekali. Sangat sesak. Kursi penuh sampai menutupi jalan-jalan. Diperkirakan bisa menampung 600-1000 orang. Bayangkan saja. Rp 100 ribu di kali 1000 orang. Berapa pendapatan dalam sekali tampil.
Wajar, mereka di sana semua mandiri. Kasarnya, tanpa dibiayai pemerintah pun hidup. Bantuan pemerintah seakan hanya menjadi alternatif. Hanya sebagai sampingan. Bahkan dikabarkan, pemerintah di sana bingung, anggaran negara akan disalurkan ke mana.
Nah dari sedikit realita di Kampung Bali tersebut, tak mustahil dapat direalisasikan di Kutim, Kaltim. Semua nampaknya terdapat di Kaltim. Bahkan jauh lebih menjanjikan. Potensi Kutim sangat melimpah. Sejuta tempat wisata. Berbagai jenis. Tradisi dan kebudayaan pun cukup kental.
Lantas apa yang membuat Kutim, tak dapat seperti Bali. Menarik minat wisatawan. Khususnya dari mancanegara. Seperti yang terjadi Bali. Di Bali sangat melimpah turis. Banyak bule. Dari berbagai negara. Bahkan cukup sulit menjumpai warga lokal di kota-kota besarnya. Jalan, pantai, dan tempat-tempat hiburan lainnya di kuasai bule. Terasa di luar negeri.
Untuk mewujudkan hal itu sebenarnya cukup mudah. Satu ialah kemauan pemerintah. Tak ada anggaran bukan alasan. Kan bisa bertahap. Sangat disayangkan, potensi besar hanya tercampakkan begitu saja.
Sebut saja wisata karst Mangkalihat, Hutan Lindung Wehea, Prevab Orang Utan, Pantai Jepu-Jepu, Air Terjun, Wisata Buaya Alam, dan lainnya. Sangat banyak sekali. Tak dapat ditulis satu-persatu.
Tak rugi untuk mengembangkan wisata di Kutim. Satu manfaatnya ialah menambah PAD Kutim. Sangat miris, Kutim, kaya wisata namun harus berlibur ke kampung tetangga. Seharusnya Kutim, membenahi wisata sendiri dan menarik warga lain ke kota singa ini. (iq)