VIRAL KALTIM, KUTIM- Sejumlah perusahaan kelapa sawit di Kutim, dianggap tak mau mengakomodir perkebunan swadaya milik warga. Para petani itu lantas berbondong-bondong berunjuk rasa ke DPRD Kutim. Mereka memaksa dengan diplomatis agar pemerintah menegakkan aturan yang adil.
Selama setengah hari hearing berlangsung, akhirnya disepakati antara petani, perusahaan, DPRD, dan Pemkab Kutim. Semua menandatangani perjanjian agar segera menuruti beberapa tuntutan. Pembahasan berlangsung alot, meski tak dihadiri seluruh perusahaan sawit.
Terjabarkan, bahwa perusahaan selama ini memberi harga atas Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani swadaya di bawah standar harga yang telah ditetapkan Pemprov Kaltim. Dari standar harga Rp 1.300 per kilogram (kg), TBS petani swadaya dihargai hingga terendah Rp 400 per kg.
[penci_related_posts taxonomies=”undefined” title=”Viral Terkini” background=”” border=”” thumbright=”no” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”recent_posts” orderby=”random”]
Ketua Forum Petani Sawit Kutim, Asbudi menyatakan pihaknya menuntut agar bupati segera menerbitkan surat edaran terkait permasalahan petani sawit, dan agar perusahaan mengikuti harga yang telah ditetapkan pemerintah. Kemudian mau membeli TBS petani sawit swadaya.
“Lalu, pemkab supaya mewajibkan perusahaan untuk mendirikan PKS (pabrik kelapa sawit),” ujar Asbudi saat menyuarakan tuntutan petani.
Dikatakan pula, bahwa di Kutim sebagian besar perusahaan sawit tak memiliki PKS.
Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutim, Irawansyah yang mewakili bupati ikut menandatangani surat yang mengikutkan banyak nama perwakilan yang terlibat. “Kami akan berkordinasi dengan Bupati Kutim, Ismunandar dan Dinas Perkebunan Kutim, untuk merespons hal itu,” katanya.
Kasim, perwakilan petani sawit mengaku, hasil panen sawitnya dihargai Rp 400 per kg. Hal itu tak hanya menjatuhkan harapan petani, tetapi juga harga diri serta bangsa.
“Seakan Indonesia ini belum merdeka. Untuk apa ada ditetapkan harga kalau tak dijalankan. Untuk apa ada pemerintahan kalau tak turun menangani ini,” ucap dia lantang (rch)