VIRAL KALTIM, KUTIM – Masyarakat luas mesti tahu, bahwa ternyata Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tak hanya sukses mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Karena ternyata komoditi kakau atau cokelat juga sukses berkembang ditanah “Tuah Bumi Untung Benua” (slogan Pemkab Kutim). Bahkan Desa Karangan Hilir, Kecamatan Karangan sukses menempatkan diri sebagai penghasil kakao terbesar di Kaltim.
Kepala Desa Karangan Hilir, Jabir mengatakan, Desa Karangan Hilir merupakan daerah penghasil komoditas buah kakao sebagai bahan baku coklat dengan kualitas andalan. Bahkan ia mengklaim, menjadi penghasil kakao terbesar di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Setelah Sebatik di Kalimantan Utara, Kutim bisa dibilang sebagai penghasil terbesar kakao tanah Borneo.
“Ya daerah saya merupakan penghasil terbesar buah kakao saat ini di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). (Kakao) Kami juga memiliki mutu dan kualitas yang cukup baik serta dapat bersaing dengan daerah penghasil kakao lainnya,” katanya Bangga saat diwawancara usai Coffe Morning, diruang meranti, Senin (4/3/2019).
Selanjutnya difasilitasi Dinas Perkebunan Kabupaten dan Provinsi, Jabir mengaku pihaknya bersinergi dengan PT Berau Coal di Berau untuk meningkatkan nilai jual dengan sistem permentasi. Dijelaskan olehnya wilayah Karangan saat ini memiliki luas lahan 100 lahan yang produktif untuk ditanamin kakao.
Menghasilkan panen seberat 150 ton pertahun, dengan pendapatan Rp 4,5 miliar pertahun. Jabir memaparkan nilai ekonomi tahunan dari pendapatan petani kakao setempat sebesar Rp 4,5 miliar. Jumlah itu, kata dia, terhimpun dalam tujuh kelompok tani yang terdiri dari 101 orang yang ada di Karangan.
“Kakao atau cokelat inilah yang menjadi tumpuan dan diandalkan masyarakat kita untuk menopang kehidupan sehari-hari. Seperti biaya menyekolahkan anak-anak mereka dalam mengenyam dunia pendidikan,” sebutnya.
Namun, dibalik potensi tersebut masih ada keluhan para petani kakao. Antara lain yakni tingginya biaya operasional. Seperti biaya pembelian dan pengadaan pupuk yang cukup tinggi. Hal tersebut erat kaitannya dengan biaya transportasi untuk pengadaan pupuk dimaksud. Jabir berharap pemerintah dapat memberikan solusi terkait masalah tersebut.
Di samping itu pula, masyarakat petani sangat mengeluhkan keberadaan para tengkulak atau pengepul yang ada saat ini. Mereka dianggap mempermainkan harga sesuka hati, sehingga harga tidak stabil. Jabir mengatakan, kendala itu menambah penat petani selain tingginya ongkos operasional.
Terakhir, tahun ini demi peningkatan ekonomi kerakyatan, dia memiliki program Gerakan Pembangunan Desa Karangan Ilir Maju Adil Nyata Demokratis “Gerbang Desa Kimanis” yang sudah berjalan 3 tahun bersama Bumdes.
Dengan dukungan sumber anggaran dari dana desa. Sudah 11 RT berinvestasi ke Bumdes untuk meningkatan ekonomi kerakyatan. Usaha yang sudah djalankan yakni beli Tandan Buah Segar (TBS) sawt dan penjualan semen.
“Ditahun 2018 Bumdes Karangan Hilir dengan modal Rp 100 juta, dalam kurun waktu 6 bulan mendapat keuntungan Rp 30 juta,” tutupnya. (dy/adv/hms7)