VIRALKALTIM– Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di Indonesia terus mengalami penurunan. Lebih memprihatinkan lagi, profesi ini juga kurang diminati oleh kaum generasi muda yang seharusnya menjadi penerus berkelanjutan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2020 ada sekitar 33,4 juta petani yang bergerak di semua komoditas sektor pertanian. Angka tersebut jumlahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah petani pada tahun 2019 yang mencapai 34,58 juta orang. Bila dibandingkan dengan data pada tahun 2018 ada sekitar 35,70 juta orang, maka jumlahnya juga sangat menurun.
Dari fakta yang ada, tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian banyak yang telah beralih profesi ke sektor lain. Terlihat dari sektor jasa yang proporsinya pada 1976 sebesar 23,57 persen menjadi sebesar 48,91 persen di tahun 2019.

Jumlah petani setiap tahunnya mengalami penurunan yang sangat drastis. Jika dibiarkan dan hanya dipandang sebagai suatu siklus yang biasa maka tidak akan menutup kemungkinan suatu saat petani atau orang-orang yang bekerja di sektor pertanian sudah tidak ada lagi atau bahkan punah di Indonesia.
Bappenas bahkan memperkirakan pada tahun 2063 tidak ada lagi yang berprofesi sebagai petani. Hal ini seiring dengan menurunnya tenaga kerja di sektor pertanian.
Maka dari itu dalam masalah ini butuh perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan menghadirkan petani baru yang berusia muda serta penting dilakukan sebagai bentuk antisipasi untuk eksistensi pertanian di masa depan.
“Kita sebagai generasi muda, sudah saatnya mulai melirik dunia pertanian. Menjadi petani bukan tentang mencangkul, membajak sawah, dan segala seluk beluk yang biasa dilakukan di sawah atau di kebun. Menjadi petani muda bisa dilakukan dengan cara memanfaatkan perkembangan teknologi dan dunia digital,”ujar Anggota DPRD Kutim, Agustiansyah Ridwan.
Selain itu, bisa juga mengadvokasi Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat agar sebisa mungkin memperhatikan nasib petani. Langkah lain yang bisa dilakukan oleh kaum muda adalah, sebisa mungkin memikirkan bagaimana produktivitas petani bisa meningkat dengan memunculkan berbagai ide dan kreativitas yang dimiliki, sehingga dapat menambah nilai produksi dan menjadikan petani sebagai profesi mulia yang layak untuk digeluti.
“Dengan begitu, petani yang dulunya dianggap profesi “rendahan”, bisa naik kelas berkat kita yang mau menjadi petani muda yang sukses,” katanya.
Untuk menarik minat generasi muda agar mau bertani, di antaranya dengan menjadikan pertanian menjadi industri yang menjanjikan seperti sektor lain yang dikelola secara bisnis. Paradigma bertani berkubang lumpur dan pendapatan yang minim dan tidak menarik bagi generasi muda perlahan-lahan akan digeser dengan bertani menggunakan teknologi modern dan manajemen kekinian, sehingga memberikan nilai tambah bagi sektor pertanian. Artinya menjadikan kegiatan bertani itu selain menguntungkan juga menarik untuk dikembangkan.
“Untuk bidang pengetahuan dan pemerintah perlu mengadakan kegiatan rutin pemberdayaan dengan pelatihan-pelatihan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para petani. Adanya pembinaan lebih lanjut dalam rangka evaluasi keterampilan petani terhadap teknologi,” katanya.
Kemudian, pemerintah memberikan akses teknologi kepada petani terkhususnya di desa yang masih mengalami kendala jaringan/ internet. Perlu adanya pengadaan bantuan kepada petani terkait teknologi yang dibutuhkan
Pemberian modal kepada petani pemula yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana pertanian dengan mudah guna mengurangi angka pengangguran.
“Pemfokusan terhadap wilayah yang berpotensi
Adanya evaluasi akhir petani terkait perkembangan teknologi di sektor pertanian,” katanya. (adv/dy)