VIRALKALTIM– Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menilai perkawinan anak menjadi bentuk pelanggaran hak anak yang memiliki banyak dampak negatif dan sangat berbahaya tidak hanya bagi anak, keluarga, tapi juga negara.
Dampak Perkawinan Anak/ Pernikahan Dini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan upaya mencegah terjadinya perkawinan anak turut mendukung percepatan penurunan angka stunting, dan peningkatan setinggi mungkin derajat kesehatan anak Indonesia, sesuai dengan amanat Konvensi Hak Anak dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Hal itu di antaranya yaitu stunting, tingginya angka kematian ibu dan bayi, tingginya angka putus sekolah, tingginya angka pekerja anak yang rentan diberi upah rendah sehingga turut meningkatkan angka kemiskinan, serta dampak lainnya. Untuk itu, semua pihak perlu bersinergi mencegah perkawinan anak demi kepentingan terbaik 80 juta anak Indonesia.
Hal ini jugalah yang dikhawatirkan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Kutim. Kepala DP3A Doktor Sulastin mengatakan jika pernikahan dini akan menyebabkan beberapa faktor kerugian. Diantaranya potensi perceraian, kematian anak, kekerasan rumah tangga, kemiskinan, dan putus sekolah.
“Jadi kami rutin sosialisasi pernikahan dini. Anak nikah dini menyebabkan kematian ibu dan anak, bercerai, dan tidak ada keterampilan. Perempuan itu nikah umur 21 dan laki-laki 25 tahun. Itu matang fisik dan mental,” katanya.
Program ini kata dia, terus berjalan dihampir semua sekolah. Pihaknya menyampaikan kepada para pelajar dan juga para guru. Yang mana para guru dapat menyampaikan kepada anak-anak mereka terkait pernikahan dini.
“Kita sampaikan juga agama, kesehatan. Kita sampaikan juga masalah gadget. Bisa berdampak buruk juga jika dimanfaatkan ke hal buruk,” katanya.
Sebelumnya, pihaknya juga mengikuti karnaval untuk mensosialisasikan terkait perlindungan perempuan dan anak.
Sementara itu, Agusriansyah Ridwan Anggota DPRD Kutim dari Komisi D memberikan apresiasi kepada BP3A yang terus mensosialisasikan terkait keperempuanan dan anak.
“Tentu saja hal ini memang harus disesialisasi secara terus menerus kepada masyarakat, kepada para siswa, kepada para guru dan orang tua. Sehingga mereka benar-benar mengerti,” katanya. (ADV/Dy)