VIRALKALTIM — Di tengah tren peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) setiap tahun, Ketua DPRD Kutim Jimmi menyoroti turunnya nilai profit sharing atau bagi hasil dari perusahaan sektor pertambangan. Ia menilai fenomena ini perlu mendapat perhatian serius dan transparansi dari pihak perusahaan maupun pemerintah pusat.
“Kalau PAD kita naik, itu betul, tiap tahun ada peningkatan. Tapi yang justru menurun adalah profit sharing dari perusahaan tambang,” ujar Jimmi usai.
Menurutnya, penurunan nilai bagi hasil tersebut disebabkan oleh meningkatnya biaya operasional di perusahaan tambang. Kondisi itu berdampak pada berkurangnya keuntungan bersih yang kemudian menurunkan porsi pendapatan daerah dari bagi hasil.
“Dari pengakuan pihak perusahaan, dana operasional mereka meningkat cukup tinggi. Karena profit sharing dihitung dari laba bersih, otomatis hasil yang masuk ke daerah ikut berkurang,” jelasnya.
Jimmi mengungkapkan adanya selisih signifikan antara potensi yang pernah diterima Kutim sebelumnya dengan realisasi saat ini. Jika dahulu daerah mampu memperoleh hingga Rp400 miliar dari profit sharing, kini jumlahnya menurun drastis menjadi sekitar Rp70–80 miliar saja.
“Perbedaan angka ini tentu menimbulkan pertanyaan. Kami ingin ada transparansi penuh dari perusahaan maupun instansi terkait, agar publik tahu apa penyebab turunnya penerimaan ini,” tegasnya.
Ia menambahkan, DPRD Kutim akan terus mengawal agar hak-hak keuangan daerah tidak tergerus. Sektor pertambangan yang menjadi tulang punggung ekonomi Kutim, kata Jimmi, harus tetap memberikan kontribusi maksimal terhadap pembangunan daerah.
“Kita akan bersikap lebih kritis dalam menelaah sumber pendapatan daerah, terutama dari sektor yang memiliki potensi besar seperti pertambangan. Hak-hak daerah harus dijaga agar pembangunan tetap berkelanjutan,” pungkasnya.(dy)


















