VIRAL KALTIM, KUTIM- Murah senyum dan penuh semangat. Begitulah kesan pertama saat bertemu dengan Dr. Roma Malau. Perempuan yang menjabat Plt. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kutai Timur (Kutim) ini sejak bulan Februari 2019 tersebut, kembali berperan aktif untuk kian memajukan dunia pendidikan Kutai Timur.
Wanita kelahiran Medan, 25 Desember 1965 ini, sebenarnya sudah tak asing lagi dalam dunia pendidikan Kutim. Pasalnya, Roma juga sempat menjabat sebagai Sekertaris Disdik.
Setelah sebelumnya Roma mengawali karir sebagai Kepala Sub Bagian Pengembangan Mutu Tenaga Pendidik di Disdik Kutim tahun 2004. Selain itu, jauh sebelumnya ia juga merupakan seorang dosen di Universitas Taruna Jaya Bontang Dinda.
“Dulu kami programkan pendidikan S1 bagi tenaga pendidik, sehingga guru-guru yang mengikituti pendidikan waktu itu bisa memiliki sertifikasi. Sekarang kami akan lanjutkan lagi. Mudah-mudahan sedikit demi sedikit bisa mencapai targetnya,” ujar Roma.
Dahulu, gagasan dan inovasi pendidikan Roma sempat terhenti setelah sempat dimutasi ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kutim pada tahun 2008 sebagai Kepala Bidang Kependudukan.
Empat tahun menjabat sebagai Kepala Bidang Kependudukan Disdukcapil Kutim, Roma yang bergelar Doktor (S3) dari Universitas Mulawarman (Unmul) ini kemudian diangkat sebagai Sekretaris Disdukcapil Kutim pada tahun 2012.
Kurang lebih empat tahun mengabdi. Roma kembali ke Dinas Pendidikan dan menempati jabatan Sekretaris sejak pelantikan Januari tahun 2017 lalu. Menurutnya, jabatan yang diembannya saat ini membuat dirinya tertantang menjalani peran untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Kutai Timur.
“Semua guru harus qualified dengan siswa yang memiliki mental spiritual tinggi. Metode mendidik harus dengan pendekatan secara periodik ,” katanya.
Menurut dia, tiap perlakuan yang diberikan oleh guru dan orang tua baik secara fisik ataupun nonfisik bisa memberikan dampak bagi siswa. Untuk itu ia menyiapkan langkah dasar secara periodik dalam mendidik anak.
“Karena tidak sedikit anak yang gagal, dengan pola dan cara pendidikan yang keliru. Termasuk cara menghindarkan anak dari perkara tidak bermanfaat dan bathil. Jika tidak, anak akan terbiasa dan menikmati perlakuan yang salah hingga dewasa kelak,” tuturnya.
Tidak hanya program pendidikan S1 bagi tenaga pengajar, sejumlah pelatihan kompetensi bagi para guru juga dilakukan untuk memajukan Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pengajar dari berbagai segi.
Seperti mendorong Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kutim untuk membuat teroboson pelatihan guru dengan melibatkan perusahaan dibidang penerbit dan percetakan buku.
“Saya sarankan IGI untuk dapat bekerja keras. Bagaimana membangun komunikasi dengan perusahaan percetakan-percetakan buku untuk melakukan kerjasama atau memberikan pelatihan pendidikan kepada tenaga pengajar kita,” ujar ibu dari tiga anak ini. (dy/adv)