VIRALKALTIM – Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur (Kutim) Roni Bonar Siburian menegaskan sampai saat ini ia dan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) terus memfokuskan penurunan angka stunting yang ada di Kutim.
Bahkan direncanakan dapat turun hingga 20 persen dan di 2024 bisa 14 persen. Hal itu disampaikan Roni saat ditemui awak media belum lama ini di ruang kerjanya di Kantor DPPKB Kutim.
“Pendek bukan stunting tapi stunting pasti pendek,” kata Roni
Ia menambahkan, jadi tak boleh berpikir anak pendek itu stunting. Namun yang harus diperhatikan adalah perkembangannya terutama kecerdasan otak anak. Makanya Presiden RI Joko Widodo meminta di 2024 stunting di Indonesia 14 persen.
“Di Kutim sendiri angkanya masih 24,7 atau 8 persen. Makanya saya target di angka 20 persen sehingga di 2024 bisa pelan-pelan menurunkannya,” tegasnya.
Ia berharap data itu juga nanti bisa sinkron dengan di lapangan.
“Jadi sesuai fakta yang ada dan biasanya dikaitkan dengan data kemiskinan ekstrem. Karena stunting tinggi gizinya kurang. Kalau gizinya kurang, otomatis tingkat kelayakan hidup kurang layak,” terangnya.
Untuk diketahui, Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.
Tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun.
Stunting memiliki gejala-gejala yang bisa Anda kenali, misalnya, wajah tampak lebih muda dari anak seusianya, pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat, memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk, pubertas yang lambat, dan saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya
Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya. (ADV/Dy)