VIRALKALTIM – Muara Wahau salah satu daerah satelit atau penyangga Ibukota Kabupaten lainnya. Pada medio 2000-an, Sangatta – Muara Wahau bisa ditembus dengan waktu berhari-hari, maka kini hanya dalam hitungan jam. Hanya 4,5 jam! Bahkan bisa kurang.
Baca Juga: Rutin Sosialisasi Pajak, Kecamatan Apresiasi Bapenda
Kenyataan yang tak dapat ditepiskan, jika kecamatan dilewati jalur lintas provinsi Kaltim-Kaltara itu memang potensi ekonominya besar.
Camat Muara Wahau, Marlianto mengakui daerahnya memang menjadi sasaran utama bagi para pendatang untuk merajut hidup baru di Kaltim. Terutama mereka yang memiliki keahlian pada bidang perkebunan dan pertanian. Dapat dipastikan bertahan hidup di daerahnya.
Desa dengan jumlah penduduk terbesar ada di Muara Wahau sebanyak 12.239 jiwa persentasenya 34,03 persen, diikuti Wana Sari dengan jumlah penduduk sebanyak 4880 jiwa, Jak Luay 4059 jiwa, Karya Bakti 4203 jiwa dan Nehesliah Bing 3976 jiwa, untuk desa-desa lainnya jumlah penduduk dikisaran angka 3000 hingga 1000 jiwa ke bawah.
“Itu kita baru bicara data pertumbuhan penduduk di tahun 2020, jika berbicara tahun 2022 tentu lebih lagi. Desa lainnya bukannya tidak meningkat jumlah penduduknya. Namun karena banyak lahan perkebunan kelapa sawit di sana, dibandingkan pemukiman warga,” ujar Camat.
Di luar itu, komoditi pangan seperti jagung, ketela pohon, kacang tanah, ketela rambat, kacang kedelai dan kacang hijau juga jadi primadona lain petani. Kalau padi sawah dan padi ladang di Muara Wahau luasannya mencapai 135,50 hektare. Padi sawah mengambil porsi kecil yakni 3 hektare, sisanya diambil padi ladang.
“Ada pula tanaman hortikultura seperti sawi, semangka dan terong yang ditanam warga secara keseluruhan. Tetapi tidak banyak luasan lahannya, dikisaran 20 hektare. Kalau tanaman obat-obatan juga ada yang ditanam petani, seperti jahe, kencur, kunyit, laos dan temu lawak. Tak banyak memang, tetapi cukup membantu ekonomi masyarakat,” ujar Marlianto.
Para pelaku usaha juga banyak mempertimbangkan potensi berbisnis di Muara Wahau. Mengingat jumlah penduduk yang terus meningkat, tak pelak pemenuhan berbagai macam kebutuhan turut tergeret naik.
Ramli (19 tahun) penjual nasi goreng keliling di SP 3, perantauan asal Kayong Utara, Kalimantan Barat mengaku baru satu tahun merantau ke Muara Wahau. Semula di daerah asal ia jadi kuli angkut, kini ia sudah berani usaha kuliner.
“Sehari bisa habis 5 – 12 Kg. Kalau awal bulan begini seperti sekarang tembus 15 Kg, harga seporsi Rp 18000. Muara Wahau bagi saya adalah tempat tinggal yang menyenangkan, keadaan ekonomi saya berubah drastis,” ucapnya bersyukur. (adv/rnl/dy/hms)