VIRAL KALTIM – KUTIM, Tuduhan dugaan pencurian listrik terhadap Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Sangatta Utara oleh PLN, menuai pro dan kontra. Tuduhan tersebut dianggap perlu mengonfirmasi kronologis kejadian.
Direktur BUMdes Sangatta Utara Ahmad Rifandi mengatakan, seharusnya jika pihak PLN menemukan keganjilan saat pelaksanaan acara pesta adat pelas tanah di Taman Bersemi alias STQ, Sangatta Utara, 21-28 Oktober 2018, langsung saja memberi teguran. “Jangan tunggu selesai acara baru membeberkan masalah,” ungkap dia, saat ditemui pada Selasa (20/11).
Diketahui, PLN Sub Rayon Sangatta sebelumnya membeberkan hasil pemeriksaan listrik di wilayah STQ bahwa BUMdes Sangatta Utara mengambil listrik PLN secara ilegal. Yakni, ditemukan penggunaan sebanyak 17,29 ampere untuk disalurkan ke sejumlah kios pedagang di kawasan STQ. Atas temuan itu, PLN melayangkan sanksi denda Rp 30 juta, serta ancaman stop listrik jika tak dipenuhi.
Rifandi menyatakan, saat itu penggunaan listrik yang diambil dari PLN ketika acara pelas adat tanah, lantaran keperluan listrik di STQ kurang daya. Itu sebab digunakan juga oleh kegiatan tersebut. Tapi, saat petugas teknis STQ mengambil listrik itu secara terang-terangan agar tak mengganggu aktivitas perdagangan, petugas PLN dan kontraktornya tak menegur sekalipun.
[penci_related_posts taxonomies=”undefined” title=”Viral Update” background=”” border=”” thumbright=”no” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”recent_posts” orderby=”random”]
“Jadi listrik tersebut kemudian digunakan secara publik oleh pedagang di STQ. Kalau tak menggunakan itu, listrik akan mati-hidup beruntun,” ungkap lelaki yang sudah dua tahun menjabat direktur BUMdes itu.
Jika sanksi dijatuhkan, lanjut dia, bakal bingung karena tak mungkin menggunakan dan dari BUMdes. “Tentu itu harus dana pribadi. Tapi kami juga tidak siap anggaran. Kami beserta camat setempat hanya siap menghadapi PLN, dan mungkin bakal meminta bantuan dari luar BUMdes,” ujarnya.
Diketahui, BUMdes Sangatta Utara merupakan pengelola STQ. Pemasangan listrik di STQ sebagian besar dengan pola pararel. Kapasitas listrik sejatinya sebesar 20 ribu KWh, tapi yang aktif hanya 7.700KWh. Sementara kegiatan
Rustam alias Kala, tenaga teknis kawasan STQ mengaku, dirinya menyambungkan listrik dari breaker yang tersedia saat acara pelas tanah, pada hari ketiga. Dia bekerja sama dengan panitia maupun kontraktor penyedia layanan listrik untuk kegiatan itu, namun sebagian besar dia yang diminta melakukan aktivitas operasi lapangan.
“Saat melakukan tindakan penyaluran listrik itu, saya bersama dengan panitia diminta untuk menangani agar listrik tidak padam. Akhirnya sata sambungkan atas sepengetahuan mereka. Tapi, ini baru diberi teguran setelah jauh hari acaranya selesai,” ungkap Kala yang dijanjikan bayaran atas kerja di acara yang menggunakan dana CSR dari KPC tersebut yang hingga kini belum dibayar itu. (mon)