VIRAL KALTIM, KUTIM – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) memiliki warisan dunia yang begitu memesona. Bahkan pada Mei 2015, masuk dalam situs warisan dunia, Unesco. Warisan itu adalah karst Sangkulirang-Mangkalihat, sebuah bentang alam yang membentang hingga Kabupaten Berau.
Karst Sangkulirang-Mangkalihat dikelilingi oleh dinding-dinding terjal, gua bawah tanah dengan ukiran alam eksotis, serta perbukitan hijau. Tak hanya itu, terkandung nilai sejarah di dalamnya. Menurut penelitian, kawasan karst ini memberi informasi tentang jejak manusia purba yang bisa dilihat dari lukisan tangan, gambar perahu, dan lukisan berbagai jenis binatang yang tergambar jelas pada dinding-dinding gua dan konon telah ada sekitar 10.000 tahun sebelum masehi (SM).
Di sini juga ditemukan tulang, wadah yang terbuat dari tanah liat, serta alat-alat yang terbuat dari batu. Diperkirakan penyebaran rumpun manusia purba Austronesia diawali dari pegunungan karst Sangkulirang. Ini artinya, Karst Sangkulirang-Mangkalihat menjadi titik awal kemunculan manusia purba yang ada di bumi pertiwi.
Menurut deskripsi Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 67 Tahun 2012, luasan ekosistem karst Sangkulirang-Mangkalihat ini mencapai 1.867.676 hektare, termasuk di dalamnya luasan batu gamping sebesar 355.481,42 hektare.
Ditetapkan juga bahwa dari 1.867.676 hektare ekosistem karst Sangkulirang-Mangkalihat, sebesar 362.706,11 hektare merupakan kawasan bentang alam karst yang merupakan bagian dari kawasan lindung geologi.
Calon Bupati dan Wakil Bupati Kutim, H Mahyunadi SE MSi dan H Lulu Kinsu menyiapkan langkah konkret dalam rangka melindungi karst Sangkulirang-Mangkalihat dari kegiatan usaha yang merusak lingkungan. Terutama pertambangan batu bara dan pabrik semen. Kendati perlindungan terhadap kawasan karst dan keseluruhan ekosistem di sekitarnya atau investasi pertambangan dan industri sama-sama penting.
“Karst di Kutai Timur bukan hanya Sangkulirang-Mangkalihat, tetapi ada beberapa di Kaliorang juga, di sektor lain juga ada karst. Untuk manfaat, kita melihat sisi fungsi karst itu dulu,” kata Mahyunadi.
Yang pertama, lanjut dia, adalah konservasi. Di sana ada cagar budaya dan peninggalan sejarah warisan dunia, berupa gua telapak tangan yang harus dilindungi dan diamankan. Karena ini warisan dunia dan telah ditetapkan.
Yang kedua, sambungnya, cadangan air. Karena di situ berdampak pada cadangan air di Kutim. Apalagi ada air mengalir ke Maloy dari wilayah karst Kaliorang. Di Labuan Cermin, Berau mengalir dari wilayah karst formasi Sangkulirang-Mangkalihat. Yang ketiga industri.
“Kalau dikatakan mana lebih penting, semuanya penting. Kalau berbicara dari sisi budaya, otomatis harus dipertahankan, kalau berbicara dari cadangan air, itu harus dipertahankan. Tapi kalau berbicara soal kebutuhan manusia, berbicara dari kebutuhan ekonomi, itu harus kita galakkan eksplorasi dan eksploitasi. Untuk menggali kebutuhan ekonomi dan industri baru di situ maupun izin-izin usaha perkebunan dan pertambangan,” kata Mahyunadi.
Sepanjang dilakukan penataan dan perencanaan secara komprehensif, lanjut dia, harus dilakukan penelitian. Meskipun dalam penelitian itu, masalah karst ini urusannya pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Karena wilayah kehutanan itu wilayahnya pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, tapi tentunya pemerintah kabupaten bisa terlibat dalam penetapan rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW).
“Oleh karena itulah, di setiap perencanaan RTRW kami harus betul-betul melihat letak geografis karst itu, yang mana potensi untuk cagar alam, yang mana potensi untuk tandon air, yang mana potensi untuk peningkatan ekonomi, dan untuk usaha. Akan kita teliti dengan baik,” kata calon nomor urut satu itu.
Mahyunadi memastikan, pihaknya akan bekerja sama dengan badan dunia maupun peneliti, untuk meneliti tentang tiga fungsi karst tadi itu. Terutama terkait pembagian fungsi dan letaknya.
“Sehingga kami bisa ikut campur dan ikut memberikan masukkan sekaligus berkeras kepada pemerintah provinsi. Apabila ada eksploitasi alam yang melanggar norma-norma tiga fungsi karst, maka kami akan berkeras untuk membahas agar masalah karst ini betul-betul bisa sesuai fungsinya,” kata Mahyunadi.
Sementara H Lulu Kinsu menambahkan, akan ada kolaborasi antara pariwisata dengan industri. Menurut pengusaha itu, peran pemerintah dalam mengolaborasikan sangat penting.
“Dengan adanya program kami, keterkaitan masalah pariwisata tentunya kita kolaborasi. Bagaimana industrinya jalan, pariwisatanya jalan. Ini ada keterlibatan pemerintah yang sangat komprehensif untuk kita jaga bersama. Karena akan ada keterikatan bagaimana pariwisata jalan dan industri jalan. Itu bisa berkolaborasi dengan baik,” tutup H Kinsu. (Media Center)