VRALKALTIM– Pasar Sangatta Selatan masih menjadi perhatian masyarakat Kutai Timur. Bagaimana tidak, gedungnya belum difungsikan sebagaimana mestinya.
Para pedagang lebih memilih berjualan di bibir jalan. Nyaris memakan separuh jalan utama masyarakat. Tak sedikit yang mengeluhkan hal itu. Pasalnya, arus lalulintas terganggu.
Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Kutai Timur, Maswar memberikan beberapa solusi atas permasalahan menahun tersebut. Pertama kata dia, perlunya perluasan pasar seperti konsep yang sudah ada.

“Rencana pemerintah dulu kan Masjid samping pasar itu di pindahkan ke Lapangan Garuda. Kemudiaan pasar diperlebar menggunakan bekas Masjid. Tambah bangunannya,”kata dia.
Kata lain, konsep sebelumnya tetap berjalan. Jika hal itu direalisasikan maka semua tak ada masalah. Seperti halnya Pasar Induk Sangatta (PIS). “Mengenai kenapa, sampai saat ini belum ada pembahasan hal itu” ujar pria yang kerap di sapa Away tersebut.
Kedua lanjut Away, ialah merealisasikan aturan yang sudah ada. Yakni masalah ketertiban umum. Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
“Itu yang melakukan Satpol PP. Jadi harus mengacu kepada aturan,” katanya.
Namun kata dia, merealisasikan aturan perlu pertimbangan matang dan kedekatan kekeluargaan. Hal ini dirasa ampuh dan akan menarik simpati masyarakat khususnya para pedagang.
“Kalau bicara harus, ya harus ditertibkan. Tetapi memang bertahap. Utamakan kekeluargaan, teguran lisan dan seterusnya, kemudian ada tahapan lainnya, baru penertiban. Adanya denda juga di atur,” kata Away.
Diketahui, selain Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum juga terdapat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dikenal istilah penutupan jalan.
Yakni, penutupan jalan akibat penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya, yang dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa (Pasal 128 ayat (1) jo. Pasal 127 ayat (1).
Sesuai penjelasan Pasal 127 ayat (1), penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya, antara lain untuk kegiatan keagamaan, kenegaraan, olahraga dan/atau budaya.
Artinya, kegiatan perdagangan atau kegiatan berjualan tidak termasuk “penyelenggaraan kegiatan di luar fungsi jalan” yang diatur menurut UU LLAJ.
Walau tak diatur mengenai penutupan jalan untuk berdagang/berjualan, akan tetapi UU LLAJ mengatur mengenai sanksi pidana jika terjadi gangguan fungsi jalan dan fasilitas pejalan kaki (trotoar),
Diantaranya diatur dalam Pasal 28 ayat (1), Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.” (adv)