VIRALKALTIM– Kota Layak Anak (KLA) merupakan kota yang mampu merencanakan, menetapkan, serta menjalankan seluruh program pembangunan dengan orientasi hak dan kewajiban anak. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Di Indonesia, setiap tahunnya ada penilaian dan penghargaan yang diberikan pada kota-kota ramah anak. Nantinya, tim evaluasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kementerian lembaga dan Tim Independen akan mengkategorikannya dalam lima peringkat Pratama, Madya, Nindya, Utama dan KLA.
Terkait kriteria yang Menjadi Indeks Penilaian Kota Layak Anak, sedikit ada enam indikator. Pertama :

1. Penguatan Kelembagaan. Ini termasuk terlembaga kabupaten/kota layak anak, tersedia peraturan atau kebijakan daerah tentang kabupaten/kota layak anak, dan adanya keterlibatan lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media massa dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.
2. Hak sipil dan kebebasan. Persentase anak yang diregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran, tersedia fasilitas informasi layak anak, dan terlembaganya partisipasi anak.
3. Hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Persentase perkawinan anak, tersedia lembaga konsultasi penyedia layanan pengasuhan anak bagi orang tua/keluarga, persentase lembaga pengasuhan alternatif terstandarisasi, dan tersedia infrastruktur (sarana dan prasana) di ruang publik yang ramah anak.
4. Hak kesehatan dasar dan kesejahteraan. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, prevalensi status gizi balita, persentase cakupan pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) usia di bawah 2 tahun, persentase fasilitas pelayanan kesehatan dengan pelayanan ramah anak, persentase rumah tangga dengan akses air minum dan sanitasi yang layak, dan ketersediaan kawasan tanpa rokok.
5. Hak pendidikan dan kegiatan seni budaya.
Persentase Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD-HI), persentase Wajib Belajar 12 Tahun, persentase Sekolah Ramah Anak (SRA), tersedia fasilitas untuk kegiatan budaya, kreativitas, dan rekreatif yang ramah anak.
6. Hak Perlindungan khusus. Anak korban kekerasan dan penelantaran yang terlayani, persentase anak yang dibebaskan dari Pekerja Anak (PA) dan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA), anak korban pornografi, NAPZA dan terinfeksi HIV/AIDS yang terlayani, anak korban bencana dan konflik yang terlayani, anak penyandang disabilitas, kelompok minoritas dan terisolasi yang terlayani, kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) (khusus pelaku) yang terselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif dan diversi, anak korban jaringan terorisme yang terlayani, dan anak korban stigmatisasi akibat pelabelan terkait kondisi orang tuanya yang terlayani.
Atas hal ini, Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak, Rita Winarni mengatakan Kutim tengah berupaya meraih KLA. Namun hal itu harus direalisasikan. Karena secara indikator, pihaknya sudah memenuhi hal itu.
“Ya kita wajib meraih KLA. Kita terus berupaya untuk mewujudkan hal itu,” kata dia.
Sebelumnya, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman mengaku berdasarkan hasil Verifikasi Lapangan Hybrid (VLH) Evaluasi Kabupaten Layak Anak (KLA), yang dilakukan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Repoblik Indonesia (RI). Kutai Timur layak meraih penghargaan KLA dari kategori Pratama naik ke kategori Nindya,
“Dari hasil verifikasi yang dilakukan secara virtual tadi, kita sudah menyampaikan data. Data itu skornya sudah hampir sempurna yakni dengan nilai 900,2 sudah hampir seribu, artinya hampir sempurna 100 persen.”Kata Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman usai mengikuti kegiatan verifikasi lapangan hybrid evaluasi KLA secara daring (online) bersama dengan Kementerian PPPA RI yang dilaksanakan di Ruang Rapat Dinas Komunikasi dan Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfo Staper).
Dalam verifikasi yang dilakukan secara virtual itu, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman mengaku jika Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga sempat menanyakan beberapa data yang di buat oleh Pemkab Kutim.
“Karena ini adalah kalaboratif sifatnya yang di komandoi oleh dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan kepala Gugus Tugas yang dikomandoi Bappeda. Semua dinas terlibat,” jelasnya. (ADV/Dy)