VIRALKALTIM- Siapa yang tak kenal dengan Joni. Ialah Ketua DPRD Kutim. Ia merupakan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Joni dikenal pendiam namun tegas. Santun dan berwibawa.
Baca Juga: Pekan Depan, Perda Ketenagakerjaan Disahkan
Joni sangat disayang masyarakat Kutim. Pasalnya, ia merupakan sosok yang terbuka. Menerima siapapun. Tak pandang bulu. Kaya, miskin, tua, muda, semua dirangkul.
Joni sebagai Ketua DPRD, wakil rakyat, maupun politisi PPP, tak betah jika hanya berdiam diri menikmati dinginnya AC. Bahkan ia gerah jika tak beranjak dari kursi orang nomor satu di DPRD tersebut.
Ya, ia lebih senang membaur dengan masyarakat. Lebih dominan ke lapangan. Bahkan ia berkebun bersama masyarakat. Jikapun di kantor, pintunya terbuka lebar. Sangat lebar. Tak ada batas waktu. Siapa saja bisa bertemu dengannya. “Siapa saja bertemu silahkan,” kata dia.
Joni juga kerap menyapa masyarakat secara langsung. Di mana saja. Apalagi di wilayah pemilihannya. Ia merasa berhutang jika tak menyambangi daerahnya. “Itu sudah keharusan,” kata dia.
Diketahui, Joni yang kini menjadi Ketua DPRD Kutim. Sebelum menjadi orang berada, Joni masuk dalam kategori miskin. Begitupun orang tuanya.
Semasa kecil, pria kelahiran Sebulu tersebut tak mengenal kemewahan. Ia hidup serba kekurangan. Apa adanya. Namun hidupnya tetap bahagia. Satu, lantaran ia bersama kedua orang tuanya mensyukuri nikmat dan kehidupan.
Joni dan keluarga merupakan seorang petani. Bertani padi, sayur dan apa saja yang dapat menghidupi sehari-hari. Saat masih mengenyam masa SD, Joni mengaku jarang membawa uang untuk belanja. Hanya makan di rumah seadanya. Kecuali ada uang lebih. Berbeda dengan teman lainnya. Bahkan dirinya kerap mendapatkan traktiran kawan kala itu. “Ya teman-teman naik sepeda, saya sekolah jalan kaki saat SD,” kenang pria pendiam tersebut.
Anak dari Almarhum Bahri dan Niam tersebut kembali menceritakan masa SMP tak ubahnya kala SD. Nyaris sama. Kehidupan belum membaik. Saat sekolah, masih berjalan kaki. Sangat jauh. 15 kilo. “Sangking kuatnya jalan, ada kaka kelas saya yang ikut jalan cepat di nasional,” kata suami dari Riwanti tersebut sembari tertawa kecil.
Setelah lulus SMP, ia bersama keluarga memutuskan merantau ke Rantau Pulung. Hingga sekolah SMA di sana. Keadaan ekonomi pun belum stabil. Hingga akhirnya dirinya harus putus sekolah. Dan harus mengikuti persamaan (paket). Setelah lulus, tak ada pikiran melanjutkan kuliah.
Ayah dari Riski F, Riski A, dan Riski R tersebut harus bekerja. Bukan kantoran, tapi tukang penyingso. Itupun ikut orang. Sampai akhirnya ia bertemu wanita idaman pada pandangan pertama. Gadis desa Rantau Pulung. Dialah Riwanti.
Saat beristri, pria kelahiran 1971 tersebut mulai naik karir. Rejeki mulai datang di bidang usaha. Kehidupan tertata. Singkat cerita, pada tahun 2004, ia uji coba terjun dunia politik. Bukan kemauan, namun permintaan kawan. Ia di PKPI. Namun sayang, ia belum berhasil. Ia gagal duduk di legislatif. “Saat itu, saya kembali terpuruk. Ekonomi kembali memburuk. Jadi kapok ke politik lagi,” katanya.
Namun pada tahun 2009, dorongan warga kembali lagi. Dirinya bimbang. Namun karena permintaan, ia mencoba mengundi nasib kedua kalinya. Namun melalui PPP. “Alhamdulillah saya berhasil. 2014 calon lagi dan 2019 kembali lagi terpilih. Mau 3 periode sampai diamanahkan menjadi Ketua DPRD Kutim,” katanya.
Pria 12 saudara ini menceritakan semua berkat usaha dan doa. Termasuk pesan orang tuanya. “Orang tua saya berpesan kata jujur dan jangan pernah sakiti orang lain. Jika salah, minta maaf,” kenang Joni. (adv/dy)